Lagu “Ayah” milik Seventeen terdengar cukup lantang tengah malam ini. Segera saja suasana di kamarku mendadak melankolis, mengingat suami ibuku itu. Bapak, begitu ia biasa kupanggil. Bapak, orang yang pendiam, sangat pendiam. Ia hampir tak pernah bicara jika aku tak lebih dulu mengajaknya bicara. Setelah peristiwa itu, kami tinggal terpisah. Hanya akhir pekan kami bertemu. Acap kali dalam pertemuan dua hari itu hanya ada beberapa menit percakapan. Maka wajar tak banyak yang kuingat tentang Bapak. Hanya potongan-potongan kecil ingatan tentang Bapak yang bisa dipatri.
Benar apa yang dinyanyikan seventeen ini, “kau ajarkan aku menjadi yang terbaik”. Dalam diam yang begitu diam, Bapak selalu mengajarkan bagaimana hidup dalam keheningan dan tak sedikitpun terusik oleh hingar bingar hidup. Aku belajar, belajar menjadi orang yang mampu diam, hening, dan tenang.