#Liputan
Saat keraton Mataram Islam berada di kawasan Pleret, sebuah
kompleks masjid berdiri di tidak jauh darinya. Ialah Masjid Sulthonain
Taqorrub. Masjid ini, persisnya, terletak di RT 07, dusun Kanggotan, kecamatan
Pleret, kelurahan Pleret, Bantul, kode pos 55791.
Saat pemberontakan terjadi di kawasan Keraton Mataram Islam,
banyak bangunan yang turut terkena imbas. Sebagian bangunan hancur saat pemberontakan,
sebagian lagi hancur karena tak terurus dan terpendam di dalam tanah. Beruntung
Masjid Sulthonain Taqorrub Kanggotan berada di luar kawasan keraton, sehingga
sampai saat ini masjid masih terawat walau sudah mengalami perbaikan di sana
sini.
Tampak Depan Masjid Taqorrub
Sayangnya, tidak ada keterangan pasti tentang kapan Masjid
Sulthonain Taqorrub Kanggotan dibangun. Namun, ada bukti otentik yang dapat
ditemui di kawasan masjid. Pada dinding masjid, terdapat prasasti asli yang
masih dipertahankan hingga saat ini. Dua prasasti berada di bagian depan kanan
kiri masjid. Salah satu prasasti bertuliskan huruf jawa dan prasasti lain
bertuliskan huruf arab dan berbahasa jawa. Dari prasasti yang berhuruf Jawa dapat
diketahui bahwa Masjid Sulthonain Taqorrub Kanggotan pernah direnovasi pada
tahun 1901 oleh Kanjeng Raden Adipati Danurejan.
Isi lengkap prasasti kurang lebih bermakna bahwa Masjid
Shultonain Taqorrub telah dimakmurkan oleh pejabat Keraton, Kanjeng Adipati
Danurejo, punggawa Keraton yang mengatur masalah perkantoran dari Sultan
Ngayogyakarta. Dan masjid ini selesai dibangun dari pembangunannya di hari
Jumat Kliwon atau tanggal 28, bulam Jumadil Akhir 1319 H. Nabi yang Mulia SAW.
Prasasti yang Ternyata Hanya Replika
Prasasti Menempel di Dinding Masjid
Sampai tahun 2014, Masjid Sulthonain Taqorrub Kanggotan
telah mengalami beberapa kali renovasi dan perubahan hingga hampir merubah
semua bentuk aslinya. Renovasi kedua dilakukan pada tahun 1974. Saat itu, pintu
masjid diganti dan lantai diberi tegel bercorak kembang.
Mulanya, di depan masjid terdapat dua pohon kepel dan empat
pohon sawon. Sekitar tahun 1980-an masyarakat meminta ijin pada keraton untuk
menebang pohon kepel demi pelebaran serambi masjid. Mengingat semakin hari,
jamaah masjid semakin membludak. Selain itu, pewastren masjid (tempat jamaah
perempuan) juga dibongkar untuk pelebaran masjid.
Renovasi total dilakukan pada tahun 2001. Saat itu,
masyarakat menyepakati untuk meninggikan atap. Hal ini mengingat, volume masjid
yang terlalu kecil sehingga terkesan tidak ada sirkulasi udara yang baik.
Sampai saat ini, bagian yang masih dipertahankan
keberadaannya adalah empat saka guru yang berada di tengah, kubah, dan mustaka.
Sedangkan 12 buah saka di serambi dialihfungsikan menjadi kayu usuk.
Selain itu, di sisi utara halaman masjid terdapat duplikat
batu lingga patok. Lingga tersebut beraksara dan berbahasa Jawa kuna dan berisi
tentang perdikan di wihara milik Rakrya Banu Wwah dengan penanda waktu saka 796
srawana masa.
Yang menarik, setiap menjelang salat Jumat, adzan dikumandangkan
sebanyak dua kali. Satu kali berfungsi memanggil jamaah ke masjid. Adzan kedua
dikumandangkan pada saat khotib hendak memberikan khutbah. Sementara itu, semenjak
kedatangan Muhammadiyah wilayah ini, maka berangsur-angsur kegiatan berbau
tradisi keraton mulai menghilang.
Di Tiap Masjid Kagungan Dalem Pasti Ada Komplek Makam
Di kawasan masjid terdapat makam Kyai Kategan yang merupakan
penghulu Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ada pula makam Ki Ageng
Suryomentaram dan kakak beradik Sastrowijono dan Sastrowinoto yang merupakan
kerabat keraton. Makam ini juga diisi oleh trah keluarga R. T. Nitinegoro I, R.
T. Nitinegoro II, Keluarga Besar MR. R. M. Djody Gondokusumo, dan punggawa
keraton lain.
*Merupakan tulisan asli sebelum
diterbitkan dalam Buku Bunga rampai Masjid Kagungan Dalem dan Masjid Cagar
Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Kebudayaan DIY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar