#Liputan
Masjid Taqwa Wonokromo adalah salah satu masjid
Pathoknegoro. Masjid ini terletak di Kabupaten Bantul, tepatnya Jalan Wonokromo
1, Dusun Wonokromo 1, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Pleret, 55791.
Masjid ini didirikan pada tahun 1755 Masehi oleh K. H.
Muhammad Fakih alias Kyai Welit alias Kyai Seda Laut setelah ia diangkat
menjadi Penghulu Keraton oleh Sultan Hamengku Buwana I. Masjid ini berdiri di
atas tanah perdikan yang masih berupa
hutan yang dipenuhi pohon awar-awar sehingga terkenal dengan nama alas awar-awar.
Mulanya, kondisi masjid terbilang cukup sederhana. Bangunan
induk masjid dalam berbentuk kerucut (lancip) dengan mustaka dari kuwali yang
terbuat dari tanah liat. Sedangkan bangunan serambi berbentuk limasan dengan
satu pintu di depan. Semua bahan bangunan menggunakan bambu. Atap dari welit (atap yang terbuat dari daun
ilalang) dan berdindingkan gedhek.
Tempat wudhu terbuat dari padasan yang ditempatkan di sebelah utara dan
selatan. Ada dua sumur dan dua pohon randu untuk tempat senggot menimba air. Bentuk
ini bertahan sampai tahun 1867.
Peresmian masjid ini dihadiri oleh Sultan Hamengku Buwono I.
Pada momen inilah, Sultan Hamengku Buwono I memberi nama daerah alas tersebut dengan wa an-na karoo-ma yang bermakna “supaya
benar-benar mulia”. Sampai sekarang, daerah ini kemudian dinamai Wonokromo.
Pada tahun 1867, masjid mengalami perubahan fisik
diantaranya atap bangunan diganti menggunakan genteng dari tanah liat, tembok
diganti menggunakan batu bata yang direkatkan tanah liat, dan lantai yang
diganti menggunakan komposisi aci dari gamping dan tumbukan batu merah dan
pasir.
Tahun 1913, masjid mengalami perombakan total. Kerangka
masjid yang semula menggunakan bambu sebagian diganti menggunakan kayu nangka
dan sebagian menggunakan kayu gelugu. Sementara itu, tembok diplester menggunakan
komposisi pasir dan acian kapur dengan tumbukan bata merah. Di puncak atap,
mustaka diganti dengan bentuk bawangan yang terbuat dari kayu nangka. Selain
itu, ada penambahan bangunan di sebelah kiri dan kanan masjid sebagai tempat
jamaah sholat perempuan (pawastren). Terdapat
pula kolam berukuran 3x10 m di kanan kiri masjid yang membentang dari utara ke
selatan. Kedalaman kolam ini sekitar setengah sampai satu meter dan dialiri air
dari Sungai Belik. Semua orang yang hendak masuk masjid harus menyeberangi
kolam ini untuk bersuci. Kolam ini juga sarana menghukum orang yang salam
memukul kenthongan dan beduk.
Tahun 1958, kolam ini ditimbun tanah dan dijadikan sebagai
halaman masjid. Hal ini mengingat perawatan kolam yang cukup sulit. Dalam
hitungan hari, kolam bisa penuh lumut dan sangat licin serta kerap membuat
pengunjung tergelincir. Pada tahun yang sama, perubahan fisik lain yang terjadi
adalah penggantian empat tiang utama menggunakan kayu jati. Selain itu, atap
masjid ditambah gulu melet sebagai
penyela antara atap tumpang bagian atas dan bawah. Tak hanya itu, gulu melet diberi kaca bening sehingga
suasana di dalam masjid menjadi lebih terang. Lantai masjid juga diganti tegel,
di mana bagian dalam masjid menggunakan tegel warna warni dengan corak ornamen
kembang.
Pada tahun 1976, mustaka bawangan diganti menggunakan aluminium
dan dengan ukuran yang lebih besar. Kemudian, sekitar tahun 1986 bangunan masjid
dibongkar dan diperluas karena tidak cukup lagi menampung jamaah yang membludak.
Dengan ijin dari keraton dan bantuan dana Banpres (Bantuan Presiden) sejumlah
25 juta, bangunan masjid dibangun total dengan kontruksi beton bertulang, namun
tetap mempertahankan arsitektur masjid Jawa khas keraton. Komposisi warna
hijau, kuning, merah, dan kuning emas masih menjadi dominasi di masjid ini.
Tahun 2003, Dinas Pariwisata memberikan bantuan dana yang
digunakan untuk membangun gedung pertemuan yang terletak di utara serambi
masjid, penambahan kanopi, pembuatan kolam di depan di sisi kanan kiri masjid
serambi (namun dengan kedalaman lebih rendah). Dan perbaikan dapur untuk
memasak saat pelaksanaan hari besar.
Pasca gempa tahun 2006, Masjid Taqwa Wonokromo tak mengalami
kerusakan yang berarti. Kerusakan hanya berupa tembok yang retak dan kebocoran
kolam di depan serambi masjid karena pergeseran tanah. Perbaikan dilakukan
selama tiga bulan dengan bantuan dana dari Emirat Arab.
Sebelumnya, masjid ini tidak bernama dan hanya dikenal
dengan Masjid Wonokromo. Nama Taqwa baru digunakan sekitar periode tahun
1969-1970. Pemberian nama Taqwa digadang-gadang menjadikan masjid ini sebagai
tempat ibadah semua orang, baik alim ulama maupun orang awam.
Di utara masjid, terdapat komplek makam yang digunakan untuk
mengebumikan para wali dan alim ulama dari Wonokromo, abdi dalem keraton, serta
para pendiri dan takmir masjid sejak periode tahun 1755. Diantaranya makam K.
H. Muhammad Fakih, K. H. Abdullah, K. H. Ibrahim, K. H. Muhammad Fakih II, K.
H. Moh. Dahlan (K. R. T. H Badarudiningrat, dan lain-lain.
Selain digunakan sebagai tempat jamaah salat, masjid ini
juga sering digunakan sebagai tempat ijab qabul, titik pemberangkatan jamaah
haji, peringatan Maulid Nabi, peringatan Isra Miraj, peringatan Nuzulul Quran, dan
lain-lain.
*Merupakan
tulisan asli sebelum diterbitkan dalam Buku Bunga rampai Masjid Kagungan Dalem
dan Masjid Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Kebudayaan DIY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar