#Hari Keduabelas Bulan Blogging KBM UGM
Berdasarkan
survei yang asal-asalan, hampir setiap manusia ber-gadget, atau setidaknya memiliki akun media sosial, pernah
melakukan tindakan stalking. Mengapa bisa
saya simpul hasil survei berbunyi seperti itu? Barangkali karena pada dasarnya
manusia punya sifat selalu ingin tahu. Termasuk ingin tahu masa lalu orang
lain.
Lantas, apa
itu stalking? Stalking adalah daya,
upaya, dan usaha seseorang yang jatuh cinta atau putus asa atau curiga untuk mengecek
akun media sosial orang yang ia jatuh cintai atau ia curigai. Upaya ini biasanya
tak jauh-jauh dari urusan percintaan. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa
terkadang seseorang stalking orang yang tidak ia kenal. Para selebtweet
misalnya. Alasannya ya teuteup:
karena kita ingin tahu apa yang
dilakukan oleh orang lain. Atau ingin tahu gagasannya semata.
Ketika saya
mengecek kata dasar dari “stalking” yaitu “stalk” dalam kamus Enggres, saya justru
menemui makna “batang, tangkai, mengejar, dan mengikuti”. Kok kurang pas dengan konsep stalking yang ada di kepala saya.
Makna paling terterima barangkali makna terakhir yaitu mengikuti. Walaupun
kurang pas juga. Lantas muncullah dalam kepala saya kata “menguntit” yang
berasal dari kata “kuntit”. Rupa-rupanya kata ini, dalam KBBI, juga bermakna
mengikut (dari belakang).
Sejatinya,
menurut meme yang dibagikan oleh Mbak Fina di grup whats app, stalking sama halnya dengan intense research. Iya, stalking itu kan
semacam penelitian yang dilakukan dengan intensitas yang cukup besar. Benar
juga. Kok ya saya baru kepikiran. Kemana ajaaaa.
Ah ya sudahlah saya tetap pakai kata stalking.
Lagi pula disini tidak akan dipermasalahkan muasal kata ini kok.
Pelaku
stalking, yang biasa disebut sebagai stalker, sudah pasti adalah orang-orang
yang punya rasa ingin tahu yang begitu besar. Segala macam aktivitas gebetan,
mantan pacar, calon pacar mantan pacar, mantan pacarnya mantan pacar saja ingin
ia ketahui. Kurang kerjaan? Tidak juga! Haram bagi kita menyebut para stalker sebagai
orang yang kurang kerjaan. Nope! Mereka-mereka ini justru meluangkan waktunya
yang begitu sempit demi memuaskan rasa ingin tahu tentang pribadi seseorang. Luar
biasa bukan?
Para stalker
ini juga wajib kita beri anugerah sebagai orang bermental baja. Gimana ndak? Dengan beberapa klik saja, mereka
harus siap menghadapi kenyataan. Beruntung apabila kenyataan yang akan dihadapi
adalah kenyataan yang baik, kalau buruk? Ya nasib!
Sebenarnya
kita tahu bahwasannya stalking lebih banyak mudharatnya. Apalagi kalau urusan
percintaan bertepuk sebelah tangan. Tapi para stalker ini tetap saja rajin korek-korek
informasi demi terpuaskan rasa ingin tahunya.
Inilah yang
saya sebut sebagai bahaya laten komunis, eh salah, bahaya laten stalking. Meskipun tahu akan menyakitkan,
kita tetap memaksakan diri untuk lanjut men-scroll media sosial korban stalking.
Seperti antara sadar dan tidak sadar, kita begitu gemar menyiksa diri sendiri.
Lebih-lebih ketika melihat postingan korban stalking yang posting mesra-mesraan dengan
orang lain. Tiba-tiba saja air mata sudah menggenangi mata kaki. Perasaan
marah, sebal, dan geram akan terakumulasi dan menghasilkan pupusnya harapan.
Mana bisa hidup kalau hidup sendiri tidak diselipi dengan harapan-harapan?
Maka
kesimpulan saya satu, stalking bisa
saja mengakibatkan kematian!
Tapi tenang
dulu, para stalker tak perlu risau. Terlebih stalker yang juga merupakan adalah
seorang perempuan yang curiga dan cemburu pada pacarnya, atau yang sedang
naksir pada gebetannya. Menurut sepengetahuan saya yang seadanya, perempuan
yang sedang dirasuki keinginan stalking akan berubah menjadi intelijen yang
punya daya investigasi luar biasa. Melebihi para anggota FBI, CIA, dan juga
MOSAD. Intel dalam negeri sih bukan lawan yang sebanding. Menyingkir saja!
Mungkin ini
tawaran yang menarik buat BIN (Badan Inteligen Negara). Mereka bisa mulai melakukan
rekruitmen intelijen dengan mencari para ahli stalker dengan jam terbang
tinggi.
Kamu-kamu
yang doyan stalking, tertarik?