Senin, 07 November 2016

Jomblo Nggak Papa, Yang Penting Goban Dulu (Part II)

Selamat siang Jamaah Mama Dian. Kemarin saya ingkar mengupdate isi pengajian. Maafkeun ya. Saya sibuk merenungi kembali isi kajian dari para guest star, eh aktivis Islam di Seminar Lepas Kejombloan dengan Cara Allah. 

Jadi, acara pengajian berbalut seminar ini dijadikan dua sesi besar. Sesi pertama diisi oleh La Ode Munafar. Itu lho, mas-mas dari Sulawesi yang jadi founder dari gerakan Indonesia Tanpa Pacaran. Nah, Kak La Ode ini menyerukan pada para jamaah bahwa orang-orang yang pacaran bukanlah seorang bebas. Ia merupakan tahanan luar yang dipenjara pasangannya masing-masing. Lama jemput, ditanyain. Lama balas whatsapp, ditanyain. Malam Minggu nggak ngapel, ditanyain. Ya Allah, kapan kami bisa berpacaran dengan damai ya Allah, jika sejatinya pacaran sendiri merupakan gerakan sukarela menjadi terdakwa. “Betapa hati orang pacaran tidak pernah tentram,” begitu sabda Kak La Ode.

Di acara itu, Kak La Ode juga sesumbar kepada para peserta yang masih kinyis-kinyis dan notabene belum menikah. Menurutnya, menikah muda adalah suatu prestasi besar. Kurang lebih dia berujar bahwa perempuan berprestasi adalah perempuan pemberani yang sanggup meninggalkan orang tuanya yang sudah membesarkan ia selama bertahun-tahun, meninggalkan adik dan kakaknya demi laki-laki asing. Demi apa jamaah? Ya betul. Demi menikah dan berkembang biak. 

Seketika itu juga hati saya bergemuruh. Ya Allah, ternyata saya adalah makhluk lemah, nista, dan sama sekali tak patut dibanggakan karena prestasi menikah ini belum (bahkan tidak akan pernah) saya raih. Ya iyalah, sekarang saja usia saya sudah seperempat abad lebih dikit. Belum ada satupun cincin melingkar di jari saya yang berjumlah 20 helai. Bayangan menikah muda sudah saya kubur dari lama sekali. Dan ini berarti saya kehilangan kesempatan untuk berprestasi a la Kak La Ode. Padahal susah payah semasa SD saya ikut lomba Dokter Kecil sampai ke level provinsi. Susah payah saya mengerjakan soal matematika yang bikin migrain. Susah payah saya merampungkan skripsi. Susah payah saya bekerja demi menjadi perempuan mandiri. Susah payah saya belajar lagi. Dan semua tidak ada artinya jika tidak dibarengi nikah muda. Iya Kak, saya menyerah. 

Lagi-lagi Kak La Ode menyerukan kita untuk segera menikah. Menikah muda. Yang laki, demi menyarungkan “senjata”. Yang perempuan, demi menjadi makhluk berprestasi itu. (Saya sih sudah tercoret otomatis). Menurut Kak La Ode, hukum yang dibuat Allah itu sudah sempura, simple, dan enak semua. Ya itu, Jomblo dan menikah. Kalau kamu nggak mau jomblo, ya sudah menikah! Kalau kamu belum sanggup menikah, ya derita lo, mblo! Hanya itu pilihannya. Aturan ini berbeda dari aturan yang dibuat manusia yang banyak pilihan tapi dirasa-rasa kok pahit semua, macam pacaran, TTM (Teman Tapi Mesra), HTS (Hubungan Tanpa Status), sampai PRT (Pacar Rasa Teman).

Sudah dulu ya, di Part III nanti saya ingin cerita tentang dua narsum terakhir. Yak betul. Babang Alvin yang Subhanallah wajahnya bercahaya dan Bang Berri yang getol promosi gamis dan melancarkan gerakan infak sebanyak-banyak demi peroleh jodoh sesegera mungkin. Sementara ini, saya mau lihat rapot dari jaman TK sampai S1 yang tidak bermakna apa-apa karena tidak ada keterangan sebagai “Perempuan Berprestasi Karena Menikah Muda”.

Sun sayang buat jamaah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar