Selasa, 21 Juni 2016

Pleidoi Memulai Kembali Akibat Sindrom Perusak Nalar

Wah hari ini tanggal cantik Vroh! 21-06-2016. Jika disambung jadi 21062016. Ga cantik-cantik amat sih. Ada sejenis selip angka. Tapi anggaplah ini jadi tanggal cantik buat diri sendiri yang berniat menulis di blog yang lama-lama serupa gudang penuh dengan jin ifrit dan laba-laba yang bentar lagi bermutasi jadi Spider Man. Agaknya harus ikutan semacam Bulan Blogging supaya benar-benar konsisten ngisi blog ini tiap hari.
Sebagai orang yang hidupnya biasa-biasa, dan berniat memenuhi blog dengan catatan harian, sudah bisa dipastikan kalau isinya pun bakalan biasa-biasa aja. Jadilah Balada Dian Yang Biasa-Biasa Saja. Gapapa. Karena tujuan utama blog ini juga buat latihan “muntah” kata-kata sekenanya. Juga buat mengingat-ngingat kalo saya pernah begini dan begitu di masa lalu. Ya sekali-kali menulis sesuatu demi makin disayang sama MasPatjar, tokoh baru yang barangkali akan kerap disebut di sini. (Barangkali harus diartikan karena entah saya bisa menulis konsisten nggak). 

Jadi dengan cerita apakah akan saya mulai hari ini?

Akan dimulai dengan sindrom yang mematikan nalar dan memekakan syaraf otak. Sindrom yang menyerang perempuan yang berlatih mandiri tapi kerap gagal. Sindrom yang bikin nafsu makan berkurang dan nafsu ngelangut meningkat drastis. Ia adalah sindrom PMS (Pre Menstruasi Syndrome). 
Saya kira seorang perempuan punya ciri PMSnya masing-masing dan tidak akan mengalami perubahan. Misalnya saya yang bertahun-tahun sudah dapat Dragon Ball (disingkat DB. Diurai kembali “Datang Bulan”) hanya akan dapat jatah PMS sakit perut bagian bawah dan ngilu badan serupa mau flu. Ternyata semakin kesini, tanda-tanda itu semakin jarang saya dapati. Baru kemarin saya menangis untuk sesuatu yang ga jelas. Menangisi hidup yang tiba-tiba berubah jahat (padahal gitu-gitu aja). Menangisi teman yang omongannya anjir bikin senewen (kalo ini memang menyebalkan). Menangisi si Mama yang masih di Ponorogo dan belum pulang rumah lantas kangen (padahal ma saya tinggal mudik aja. Pake kebanyakan mikir). Dan menangisi MasPatjar yang mau didusel-dusel kok ya jauh banget. Padahal dari kemarin –bahkan dari berbulan-bulan lalu—hal begini sudah jadi makanan saya sehari-hari.
Kenapa baru nangis sekarang, Dian? 
Kenapa, Alfredooooo? 
Kenapa, Mariaaaa Marcedes?

Kejadian nangis seharian karena ga jelas begini sudah berulang beberapa bulan belakangan. Entah ya. Berasa hidup kok sepi amat. Sendirian sekali. Dan kalau mengingat betapa sendirinya kita hidup, maka mulai deh banjir air mata. Bengkak semua wajah. Lantas teman-teman kos dengan gampanganya mengenali, "Abis nangis yaa? Kenapa?”. Dan dengan nada menyeringai, saya cuma bisa jawab, “Iya. Ga jelas nih kenapa”.
Dan setelah mengalami perenungan yang panjang dan mendalam, saya haqul yakin. PMS di usia kedua puluh lima membuat saya kehilangan nalar dan kepekaaan otak yang berlebihan. 
Lantas, apa kabar PMS di usia 30-an? Apa kabar emak-emak yang menjelang menopause? Apakabar perempuan yang sudah baligh dan tiap bulan mengalami menstruasi.? Saya tahu rasanya bertransformasi menjadi makhluk asing "hanya" perkara segumpal darah ingin melesak keluar lewat vagina. 
Sembah sungkem saya buat panjenengan semua.