Minggu, 23 September 2012

Kota yang Tergenang Darah

Beberapa hari ini kota tempatku tinggal menjadi semakin sibuk dan semakin tidak terkendali. Dimana-mana orang berjalan dengan cepat sembari menutup hidungnya dengan setangan, sebagian orang bahkan menggunakan masker yang menutupi sebagian wajah mereka. Semua orang bersepatu boot demi menjaga pakaian mereka tetap bersih. Tak sedikit pula yang menggunakan baju rangkap yang terbuat dari plastik transparan. Itu semua mereka lakukan demi menghindar tertempelnya darah yang sudah menggenangi kota ini selama hampir sepekan. Sementara itu, lalat hijau terus mendenging di udara. Membuat kuping lekas pekak.

Kejadian ini bermula ketika seorang warga yang tinggal di blok G melapor kepada polisi bahwa dua hari itu ia mencium bau anyir dari rumah tetangganya, Pak Ben, seorang lelaki sepuh yang tinggal seorang diri. Ketika ia mencoba memanggil si empunya rumah, tak ada satu pun orang yang membuka. Bahkan menyahut pun tidak. Rumah tetangganya seakan monster yang telah melahap habis si tetangga. Semua jendela tertutup, tirainyanya terpasang rapat-rapat. Pintu keluar yang hanya satu itu pun terkunci. Bahkan keadaan rumah itu tetap tak terlihat walau hanya dari lubang kunci. Beberapa saat kemudian rembahan darah keluar dari sela-sela antara pintu dan lantai. Padahal hampir tidak ada celah diantaranya. Panik. Ia langsung menelepon kantor polisi.

Jumat, 07 September 2012

Cintaku Jauh si Segara

Ini gelembung kukirimkan kepadamu, Sam. Didalamnya sudah kuselipkan sekumpulan rindu yang diramu dengan menyesakkan. Cepat pulang, aku hampir menghunus pedang untuk dirobekkan di urat nadiku yang menegang menahan rindu dan sembilu.

Salah satu atau dua dari ribuan gelembung ini mungkin akan sampai padamu. Lantas, cobalah kau pecahkan gelembung itu dengan kuku ibu jarimu. Akan kau dapati suaraku yang terdengar bersama dengan suara pecah gelembung. Meski sekadar aku rindu kamu.