Herbert Marcuse, dalam One Dimensional Man, berasumsi bahwa kini, masyarakat telah terdominasi oleh teknologi dan menyaru menjadi masyaraat teknokratis. Masih menurut Mas Marcuse, dominasi tersebut melahirkan empat dampak bagi masyarakat. Pertama, muncul bentuk-bentuk kontrol yang baru. Kedua, tertutupnya dunia politik. Ketiga, desublimasi represif. Dan, keempat, hilangnya fungsi kritis. (bagian ini saya ambil dari laman ini)
Saya cukup tertarik dengan dampak ketiga, yakni desublimasi represif. Sepengetuhan saya yang dangkal, dua kata terakhir dalam kalimat sebelumnya mengacu pada ketahuan diri bahwa ada penindasan yang sedang terjadi pada diri sendiri, namun kita toh tetap senang alias menikmatinya. Tentu saja, Marcuse mengaitkannya dengan sistem kapitalisme yang mengakar bumi sepanjang sejarah peradaban manusia.
Semalam, saat berkabar dengan "sahabat pena" saya yang jaraknya 1649 kilometer, saya sempat membahas tentang istilah desublimasi represif. Setelah percakapan absurd, saya lantas berkesimpulan bahwa bagi saya desublimasi represif yang paling subtil setelah kapitalisme adalah keingintahuan tentang mantan dari orang yang kita suka. Alias kepo. Yang bisa saja berujung pada "riset intensif" alias stalking. (Boleh lho baca tulisan saya yang sebelumnya, "Bahaya Laten Stalking")
Saya cukup tertarik dengan dampak ketiga, yakni desublimasi represif. Sepengetuhan saya yang dangkal, dua kata terakhir dalam kalimat sebelumnya mengacu pada ketahuan diri bahwa ada penindasan yang sedang terjadi pada diri sendiri, namun kita toh tetap senang alias menikmatinya. Tentu saja, Marcuse mengaitkannya dengan sistem kapitalisme yang mengakar bumi sepanjang sejarah peradaban manusia.
Semalam, saat berkabar dengan "sahabat pena" saya yang jaraknya 1649 kilometer, saya sempat membahas tentang istilah desublimasi represif. Setelah percakapan absurd, saya lantas berkesimpulan bahwa bagi saya desublimasi represif yang paling subtil setelah kapitalisme adalah keingintahuan tentang mantan dari orang yang kita suka. Alias kepo. Yang bisa saja berujung pada "riset intensif" alias stalking. (Boleh lho baca tulisan saya yang sebelumnya, "Bahaya Laten Stalking")
Kita semua
seharusnya sepakat bahwa mengorek informasi tentang mantan dari orang-orang
yang sedang dekat adalah menyakitkan. Tapi herannya, kok ya tetap saja
dilakoni. Berasa ada kepuasan tersendiri setelah menyakiti diri sendiri sampai
ke sumsum tulang. Padahal bikin giris hati. Di situlah inti desublimasi
represifnya.
Dan sahabat
pena saya yang cerdik bukan buatan itu kok ya serupa Archimedes yang menyeru
"Eureka" kala masuk bak mandi dan menyadari ada permukaan air yang
naik. Jika Archimedes menemukan bahwa air yang tumpah sama dengan gaya yang
diterima tubuhnya, maka sahabat pena saya itu, menemukan satu istilah baru:
kepotalisme.
Kata
kepotalisme sendiri adalah tanggapan atas desublimasi represif versi saya
perihal keingintahuan mantan dari orang yang kita suka. Tapi menurut si penemu
istilah, kepotalisme bermakna
keingintahuan berlebih atas mantan dari calon pasangan baru.
Yah, apapun
istilahnya, minumnya teh botol sosro semoga Tuhan melindungi pasangan kita
semua dari godaan para mantannya.
Ini apa mbak Dian Dwi Anisa pengarang buku Be Super Leader ya ?
BalasHapusSalam,
Iya mas Sukarni Soedjono.. salam kenal.
HapusIni apa mbak Dian Dwi Anisa pengarang buku Be Super Leader ya ?
BalasHapusSalam,
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusOnline Casino Betway, Playamo, Microgaming | Kalamari | Kadangpintar
BalasHapusBest Online Casino Betway, Playamo, Microgaming 메리트카지노 febcasino The betting platform has kadangpintar been around since 2007. It is owned and operated by Microgaming, one of the most