Selasa, 16 April 2013

Imlek di Pasar Pathuk

Jelang perayaan tahun baru Imlek, pedagang di Pasar Pathuk seperti mendapat berkah berlebih. Saat Imlek, pasar yang bertempat di kampung Pecinan ini dikunjungi pembeli lebih banyak ketimbang hari biasa. Kebanyakan pembeli tertarik untuk berbelanja jajanan khas Imlek, kue keranjang. Menurut Jimmy, wakil ketua JCACC, kue primadona ini adalah kue yang sudah turun temurun selama hampir seribu tahun. 

Salah satu pedagang kue keranjang, Tien Sulistiawati menjelaskan bahwa panganan yang terbuat dari tepung ketan murni dan gula pasir ini memiliki makna filosofis. Rasanya yang manis bermakna harapan masyarakat Tionghoa supaya hidupnya manis. Sedang tekstur yang lengket menjadi simbol eratnya persaudaraan. 


Selain kue keranjang, varian daging dan bumbu-bumbu masakan oriental juga marak diburu. Seperti yang terlihat di kios A Yin milik Lany Susanti dan ibunya. Selain berjualan kue keranjang setahun sekali, kios ini juga menyediakan bumbu-bumbu khas masakan Tionghoa semisal angkak, pekak, ngoh yang, tong jai, dan taucho. “Kalau ramai seperti ini omzet kotor bisa sampai satu juta sehari. Kalo hari biasa ya sepi,” imbuh Lany. 

Selain berfungsi sebagai penyedap, ternyata bumbu-bumbu oriental bisa digunakan sebagai obat. “Dulu anak saya kena demam berdarah. Terus saya coba buatkan ayam tim dan nasi lembek. Ayam timnya itu saya kasih angkak dan bawang merah utuh. Saya kasih ke anak saya sesering mungkin. Ya akhirnya sembuh,” ujar Lyna menceritakan pengalamannya mencoba bumbu masakan Tionghoa. Selain sebagai obat demam berdarah, ternyata bumbu masakan Tionghoa dapat juga digunakan sebagai penambah trombosit dan atau memulihkan tenaga untuk ibu-ibu pasca melahirkan.
Tulisan original dari Imlek di Pasar Pathuk diterbitkan di Warta Pasar Edisi Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar