Selasa, 16 April 2013

Pasar Tradisonal Tetap Memiliki Magnet (Wawancara Koencoroyekti, Ketua DPRD Kota Yogyakarta)

Jajanan khas pasar tradisional macam tiwul, lupis, dan gatot ternyata menjadi salah satu makanan favorit keluarga Henry Kuncoro Yekti, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta. Berburu jajanan pasar sering Henry lakoni bersama sang istri tiap akhir akhir pekan. “Saya masih sering ke pasar tradisional. Terakhir ke pasar itu minggu kemarin. Kebetulan istri saya itu penggemar jajanan pasar,” ujarnya ketika ditemui oleh Warta Pasar (11/02).

Tidak hanya satu pasar menjadi tujuan, kadang Henry dan istri juga mencari jajanan pasar tradisional ke Pasar Beringharjo, Pasar Pathuk, Pasar Senthul, dan Pasar Kotagedhe yang menyediakan banyak jajanan. Salah satu putra Henry yang biasa tinggal di Amerika juga menyukai jajanan pasar. Menurutnya, rasa yang ditawarkan jajanan pasar tradisional Indonesia tergolong unik. 

Selain itu, kesukaan Henry mengonsumsi teh poci membuatnya mau tidak mau harus sering membeli gula batu dan paket poci yang terbuat dari tanah liat. Setiap hampir satu atau dua bulan, Henry membeli gula batu dan poci di pasar tradisional seperti Pasar Beringharjo. Walaupun, paket pocian juga tersedia di Supermarket, namun Henry memilih untuk membeli di pasar tradisional. 

Pasar tradisional juga menjadi pilihan utama Henry dan keluarga untuk memenuhi stok makanan sehari-hari. “Untuk makan sehari-hari, kita membeli di pasar tradisional. Namun, ketika membeli barang-barang yang tidka ada ya kita ke supermarket. Semisal saya mau membeli leci kalengan. Masak ada leci kalengan di pasar tradisional?” seloroh Henry.

Menurut Henry, pasar tradisional di tengah ancaman pasar modern tetap memiliki keunikan tersendiri. Pasar tradisional adalah empat yang unik dan sederhana. Roh pasar tradisional juga sekaligus yang menghidupkan pasar modern saat ini. Sayangnya dengan perkembangan zaman sekarang sekarang, pasar tradisional semakin tak terlihat dengan muncul banyak pasar modern. Walaupun pasar modern kini sepi pembeli, namun magnet yang dimiliki pasar tradisional tidak akan membuat pasar tradisional mati. Henry mencotohkan, bahwa orang yang dulu tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta biasanya sudah kulina berbelanja di supermarket. Namun ketika mereka kembali ke Yogyakarta, maka pilihan mereka akan kembali ke pasar tradisional. 

Namun menurutnya, pemerintah kota tetap memiliki kewajiban untuk menjadikan pasar tradisional menjadi tempat yang nyaman bagi pembeli. Jika memungkinkan menjadi landmark dari sebuah kota. Banyak pekerjaan yang harus digarap pemerintah, seperti membuat infrastruktur pasar yang ramah lingkungan terutama untuk mengatasi limbah dari zona daging. Selain itu pembagian zona barang dagangan juga perlu dilakukan supaya pasar tradisional terlihat lebih tertata. 

Masih menurut Henry, pemerintah harus membuat regulasi khusus tentang pasar tradisional. “Bagaimanapun jika kesempatan pasar modern dibuka seluas-luasnya akan berimbas pada persaingan harga yang tidak sehat dengan pasar tradisional,” ujarnya. Manejemen pasar modern yang memiliki lahan pertanian lebih besar tentu akan memiliki produksi yang besar juga. Hal ini membuat harga juga jadi lebih murah ketimbang harga yang ditawarkan pasar tradisional. Ini juga menjadi tugas pemerintah kota untuk membuat regulasi khusus supaya pedagang di pasar tradisional tidak dirugikan. “Selain itu pasar tradisional hanya buka sampai jam 2 siang. Di celah itulah pasar modern bermain,” ujar pria kelahiran 1976 ini.
Tulisan original dari Henry Koencoroyekti: "Pasar Tradisional Itu Memiliki Magnet dan Tidak Akan Mati" diterbitkan di Warta Pasar Edisi Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar