Kamis, 21 Mei 2015

Ekspedisi Masjid Kagungan Dalem

#Liputan

Medio tahun 2014 lalu, saya dihubungi oleh mantan bos saya di Warta Pasar, Mas Wahyu namanya. Ia meminta saya untuk ikut terlibat di Ekspedisi Masjid Kagungan Dalem. (Kata ekspedisi sengaja dipakai demi efek dramatisasi). Sesuai namanya, ekspedisi ini memang bertujuan mengunjungi situs-situs masjid milik Karaton Ngayogyakarta. Sebenarnya, ekspedisi ini bermuara menjadi sebuah bunga rampai tentang masjid-masjid kagungan dalem yang memiliki sejarah tersendiri. Ekpedisi ini sendiri didanai Kementrian Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya mungkin memenuhi LPJ Dana Keistimewaan.
Hasil Akhir Desain Bunga Rampai Masjid Kagungan Dalem 

Sebelum liputan langsung, kami diajak untuk ikut serta pada acara sarasehan yang mengundang beberapa pembicara. Sayangnya, saya lupa mencatat dan ingatan saya untuk scene ini buruk. Terlebih, saya datang telat. Hehehe. Yang jelas, ada beberapa narasumber dari Karaton dan tokoh ulama DIY.
Buku ini rencananya akan digarap oleh tujuh orang, antara lain saya, Mas Cahyo dari beritajogja.id, Mbak Ina Florencys, Mas Wahyu, Mas Hamid dari Harian Jogja, Mas Wibi (Saya tidak tahu nama aslinya, tapi dia budayawan sekaligus penyiar radio), dan mas-mas anak pesantren (Sumpah, ingatan saya buruk).
Daerah liputan dibagi menjadi beberapa tempat. Waktu itu, saya dan Mas Cahyo berduet untuk menjelajah masjid-masjid Kagungan Dalem yang berada di pelosok Bantul, DIY sana. Kami berdua mendapat jatah untuk mencari sumber sebanyak-banyaknya tentang Masjid Banyusumurup, Masjid Giriloyo, Masjid Jejeran, Masjid Kauman Pleret, Masjid Pajimatan Imogiri, Masjid Taqorrub Kanggotan, dan Masjid Taqwa Wonokromo.
Kalau tidak salah, waktu itu hari-hari pertama bulan Ramadhan. Dan hari pertama liputan berjalan dengan sangat indah berkat ulah Mas Cahyo yang agak pekok. Waktu itu, pagi menjelang siang, kami berdua sudah bermotor ria puluhan kilometer dengan badan yang separuh lemas separuh bersemangat. Kami sudah mengaspali daratan Bantul yang naik turun. Harap-harap cemas tak akan batal puasa di hari pertama.
Di tengah perjalanan, saya meminta Mas Cahyo menepi karena di kejauhan sana terlihat landskap Masjid Pajimatan dan kompleks makam raja-raja Mataram. “Mas-mas, itu Pajimatan kan? Ambil fotonya geh!” pinta saya. Saat itu, saya memang mengandalkan kamera DSLR milik beliau-nya.
Dan saudara-saudara, beliau lupa membawa kamera! Mas Cahyo, dengan pedenya, hanya membawa tas ransel berisikan tas kamera! Ladalah!
Mau tak mau, sepanjang jalan saya harus mendengar Mas Cahyo menggoblok-gobloki dirinya sendiri. Tapi kami tetap melanjutkan perjalanan mencari lokasi masjid-masjid kagungan dalem di Bantul. Kami sadar, tanpa kamera, kami akan kembali tanpa hasil foto. Tak apalah! Kita selo kok.
Untungnya, hari berikutnya, perjalanan berlangsung cukup sempurna. Saya senang bertemu banyak orang, bertemu takmir masjid yang tahu asal-usul masjidnya, bertemu kiai yang paham sejarah, bertemu juru kunci, bertemu abdi dalem keraton, bertemu jamaah salat, dan bertemu masjid yang usianya ratusan tahun. Jelas, itu salah satu pengalaman paling mengasyikan di sepanjang kehidupan Ramadhan saya yang sudah 23 kali berulang.
Hari terakhir reportase, Masjid Pajimatan Imogiri menjadi tujuan paling bontot Di sana, kami tiba saat senja sudah benar-benar menggantung. Kami duduk di pelataran, mengajak berbincang seorang juru kunci makam raja-raja. Namanya Pak R. Daldiri. Sudah sepuh sekali. Beliau fasih sekali bercerita, malah seperti mendongengi kami saja. (Hal yang paling saya ingat, simbah ini fans berat Pak Soeharto.) Setelah puas berbincang, kami berdua pamit hendak keliling kompleks masjid. Sayangnya kompleks makam ditutup selama satu bulan penuh karena Ramadhan.
Mbah Daldiri, Fans Berat Pak Harto



Beberapa menit kemudian bunyi bedug terdengar. Ah Magrib! Ah buka puasa! Saat itulah, untuk pertama kalinya selama 6 tahun di Yogyakarta, saya berbuka puasa dengan jamaah masjid. Lebih-lebih, di masjid bersejarah yang di atasnya penuh dengan makam raja-raja Mataram. Saya senang!
Buka Puasa Pertama di Masjid Pajimatan Imogiri 


*Karena kepentingan diterbitkan sebagai buku bunga rampai, tulisan hasil reportase Ekspedisi Masjid Kagungan Dalem dibuat model profil yang straight dan amat sangat kaku. Harus diakui, hasil tulisan hanya berisi fakta dan ditulis dengan gaya membosankan. Padahal asyik sekali kalau dibuat feature. Sayangnya, saya sedang kumat malas. Lagi pula, suasananya sudah agak-agak samar. Nanti, kalau sedang berkontemplasi dan tidak dikejar deadline, saya buat versi feature-nya.

**Saya hanya menulis 4 profil masjid. Tiga masjid lain di Bantul ditulis oleh Mas Cahyo. Sedangkan tulisan lengkap buku rampai, mungkin ada di rak buku Dinas Kebudayaan DIY .


***Bagi yang ingin mewawancarai narasumber tentang masjid-masjid di atas, saya punya beberapa kontaknya lho. Sila hubungi saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar